Apa yang Harus Dilakukan Jika Rekan Anda Memiliki Kecenderungan Bunuh Diri?

Banyak dari kita yang tentu pernah mengalami hal seperti ini. Terkadang, rekan kita dapat menghubungi kamu secara mendadak dan kapan saja.

Mengingat rekan kita yang sedang menghadapi masalah, tentu kita perlu berhati-hati agar jangan sampai ucapan atau perbuatan kita justru memperburuk keadaan. Nah, saatnya kenali tips dan trik untuk menghadapi rekan yang sudah memiliki tanda-tanda keinginan bunuh diri.

TIDAK DIREKOMENDASIKAN DIREKOMENDASIKAN
Melempar asumsi pribadi Anda mengenai kondisi orang tersebut.

Contoh: “Begitu saja koq mau mati,”, “Kamu pasti kurang ibadah yah”, “Jangan kayak orang kurang piknik gitu deh”, “Ah, kamu caper aja, dari dulu bilang pengen mati tapi gak jadi-jadi”

Tahan semua asumsi Anda di dalam kepala anda sendiri.

Jangan pernah lemparkan asumsi-asumsi seperti itu di saat orang hendak bercerita/curhat kepada Anda.

Biarkan ia berbicara lebih dahulu, dan kita menjadi pendengar yang baik.

Meremehkan bahwa ucapan kematian, tidak ingin dilahirkan, merasa terperangkap, merasa tidak ada masa depan, atau hendak tidur selamanya sebagai ucapan yang main-main. Menanyakan apakah memiliki kecenderungan bunuh diri, sejak kapan dan sudah seberapa detail rencana dan metode yang hendak digunakan.

Semakin lama dan detail pemikiran bunuh diri, akan semakin besar kemungkinan bahaya bahwa ia akan melakukan bunuh diri.

Menantang untuk menggunakan alat/metode berbahaya untuk bunuh diri.

Contoh: “Udah lakuin aja kalau mau mati,”,”Jangan cuma caper, ambil itu (alat) dan lakuin kalau berani”

Mintalah untuk jauhkan diri dari akses bahaya. Menantang untuk bunuh diri justru akan menjadi pemicu bunuh diri.

Contoh: ”(Alat) Ini saya simpan dulu yah”, “Tolong kamu jaga diri kamu dari tempat berbahaya yah”

Meninggalkan orang dengan kecenderungan bunuh diri sendirian. Usahakan Anda atau orang yang dekat jarak secara fisik ataupun akrab secara emosional terhadap orang dengan kecenderungan bunuh diri untuk berada tetap di dekatnya hingga pemikiran tersebut lewat.
Memberikan nasihat, menceramahi orang tersebut dengan penghakiman, atau berdebat mengenai pemikiran bunuh diri.

Contoh: ”Makanya lebih sering ibadah yah”, “Lu tuh punya anak, bego aja mau mati”, “Hidup itu enak koq, ngapain mau mati?”

Dengarkan dulu masalah yang diutarakan rekan Anda dengan baik-baik. Tampung semua emosi negatif yang diekspresikan dengan tenang, tanpa ada reaksi berlebihan.

Berikan pertanyaan dengan terbuka, seperti: ”Sekiranya apakah yang membuatmu bertahan sejauh ini?”, “Apakah kamu memiliki tujuan untuk hari esok?” atau “Apa cita-cita jangka panjangmu yang hendak kamu raih?”

Berusaha mengatasi semuanya sendirian dan menyimpan semua rahasia tentang keinginan bunuh dirinya untuk Anda saja. Diperlukan kerjasama dengan pihak keluarga dan orang terdekat dari orang yang memiliki kecenderungan bunuh diri.

Penyampaian ke orang terdekat lainnya harus dengan hati-hati agar tidak mengagetkan mereka, rahasia mengenai perilaku bunuh diri dapat disampaikan dalam kondisi krisis.

Semua proses pemulihan dari pemikiran bunuh diri hanya dapat dimungkinkan dengan psikoterapi dan obat-obat psikofarmaka jika dibutuhkan, yakinkan dan berikan rujukan ke profesional terdekat.

Menyalahkan diri sendiri ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Menyadari bahwa perilaku manusia sangat dinamis dan sulit diperkirakan, terutama jika Anda bukan ahli dalam bidang ini.

Menerima keterbatasan ini membantu Anda untuk melakukan yang terbaik namun juga bersiap untuk menerima apapun yang terjadi.

Benny Prawira Siauw
Benny Prawira Siauw
Benny adalah seorang suicidolog dan penggiat kesehatan jiwa remaja dan populasi khusus lainnya. Sebagai Youth Mental Health and Suicide Prevention Advocate, Benny adalah Penggagas sekaligus Kepala Koordinator Into The Light Indonesia sejak 2013. Ia saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Psikologi Sosial Kesehatan di Unika Atma Jaya (bukan seorang psikolog klinis untuk diagnosis dan terapi). Ia bercita-cita menjadi peneliti lapangan terkait aspek perilaku, struktur sosial dan budaya dalam kesehatan jiwa, terutama dalam pembahasan stigma dan faktor risiko bunuh diri. Baginya, kesehatan jiwa tidak dapat dipisahkan dari kesehatan fisik sebagaimana faktor personal individu tidak dapat dipisahkan dari faktor sosial makro. Di sela waktu senggangnya, ia suka berolahraga, tidur dan mengasah rasa dalam rangkaian kata.