Berkawan dengan Diri yang Terluka

Apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita ketika kita menghadapi hal yang tidak menyenangkan? Bagaimanakah sikap kita ketika menghadapi PHK, putus cinta, nilai kuliah buruk, proposal penelitian ditolak, orang yang kita sukai pacaran dengan orang lain, laptop kita dicuri orang, bertengkar dengan orang yang kita sayangi, dan hal-hal pahit dan amat menekan lainnya? Mungkin terlintas di pikiran kita pemikiran semacam, “Kenapa aku bodoh sekali?”, “Kenapa ini terjadi padaku? Aku nggak semestinya begini,” atau “Habis deh aku, aku udah nggak bisa apa-apa lagi”. Kita menjadi begitu dingin, bahkan kasar pada diri kita, atau bahkan tenggelam dalam penderitaan yang kita alami.

Pemikiran dan sikap tersebut biasanya muncul secara otomatis dan tidak kita sadari. Namun sayangnya, seringkali pemikiran tersebut justru membuat kita merasa lebih buruk di tengah situasi yang memang sudah buruk. Daripada merespon suatu kejadian melukai dengan sikap yang sedemikian dingin pada diri, kita diundang untuk bersikap hangat pada diri kita saat mengalami hal yang tidak menyenangkan. Kita diajak untuk berwelas asih pada diri kita ketika hal-hal yang tidak kita inginkan dan melukai kita terjadi.

Apa itu Welas Asih pada Diri?

Welas asih kepada diri (self-compassion) merupakan sikap yang hangat, memahami, menolong diri sendiri ketika kita menghadapi hal-hal yang membuat kita menderita[1].

Welas asih pada diri pada dasarnya sama dengan berwelas asih pada orang lain yang menderita. Ketika kita mengetahui bahwa sahabat kita baru saja putus dari pacarnya, misalnya. Kita tentu ingin menolong dan menghiburnya karena kita paham bahwa ia amat terluka karena mengalami putus cinta. Demikian pula dengan berwelas asih pada diri, kita menyadari bahwa diri kita terluka dan kita bergerak untuk menolong dan membuat diri kita nyaman. Kita bersahabat dengan diri kita sebagaimana kita lembut dan memahami kawan kita yang terluka.

Berwelas asih pada diri melibatkan kesadaran bahwa kita sedang mengalami hal yang membuat kita menderita, merasa terluka, dan bahkan memiliki pemikiran yang melukai[2]. Kita juga memahami kondisi diri dan lembut pada diri kita yang terluka dan menderita tanpa menghakimi atau mengkritik diri kita secara konstan dan berlebihan[2]. Selain itu, kita juga menenangkan diri kita melalui kesadaran bahwa kita tidak sendiri dalam penderitaan kita sebagai manusia karena setiap orang melalui penderitaan yang serupa[3].

Sebagai contoh, apabila kita mengalami putus cinta, pemikiran bahwa kita tidak berharga dan tidak diinginkan mungkin menyertai hati kita yang hancur. Kita mungkin hanyut dalam kesedihan kita yang membuat kita begitu lumpuh dalam menjalani hidup sehari-hari. Ketika kita berwelas asih pada diri kita, kita menyadari bahwa diri kita sedang amat menderita akibat putusnya cinta kita. Kita memahami bahwa kita perlu waktu untuk pulih dan kita merawat diri kita selama sakit hati yang begitu mendera. Kita berhenti menyalahkan diri atas putusnya cinta kita dan memahami mengapa kita begini-begitu selama berelasi dengan orang yang kita cintai. Kita pun ingat bahwa orang-orang lain juga pernah menderita sakit hati karena putus, sehingga kita tidak merasa sendiri dalam penderitaan kita. Kita dapat menemukan makna dari kejadian ini sehingga kita bangkit dan menjalani hidup seefektif yang kita bisa, meskipun rasa sakit masih terasa.

Manfaat Welas Asih pada Diri

Berwelas asih pada diri ketika kita menghadapi penderitaan membuat kita mampu mengatur perasaan kita sehingga kita dapat memulihkan diri kita. Hal ini dapat membantu kita untuk mengambil keputusan yang tepat untuk diri kita dan memotivasi kita untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih baik[1]. Pada saat bersamaan, berwelas asih pada diri juga membantu kita untuk menghindari kesalahan yang sama yang membuat kita menderita[1].

Berwelas asih pada diri juga membuat kita menyadari akan berharganya diri kita dan juga orang lain. Setiap manusia melakukan kesalahan, mengalami penderitaan, dan tidak sempurna. Kesadaran ini membantu kita untuk tidak terjebak pada perasaan tidak berharga serta bersikap lebih baik pada orang lain[4]. Hal ini secara tidak langsung juga membantu kita untuk membangun hubungan yang baik dengan orang lain yang membantu kita untuk pulih.

Berlatih Berwelas Asih pada Diri

Berwelas asih pada diri dimulai dengan menyadari penderitaan kita dan mengamati perasaan sakit dan tertekan dalam diri kita. Ketika kita melakukan ini, terkadang rasa sakit dan perasaan negatif lainnya yang kita alami akan bertambah kuat, terlebih jika luka yang kita alami sudah lama bersemayam dalam hati kita. Namun, ingatlah untuk menyadari luka-luka kita tanpa terhanyut dalam pemikiran dan perasaan negatif yang ada dalam diri kita.

Kita dapat membuat diri kita tenang dengan melakukan latihan pernapasan dan memberikan sentuhan hangat di tempat yang membuat kita nyaman, misalnya dengan memeluk diri atau mengusap bahu. Berikan kalimat yang menenangkan seperti “Aku sedang terluka, semoga penderitaan ini segera berakhir.” Ingatlah juga bahwa kita tidak sendirian dalam penderitaan kita, sebagaimana orang lain juga mengalami penderitaan mereka masing-masing.

Kita dapat mengganti kritik pada diri kita sendiri dengan perkataan yang lebih lembut pada diri sendiri. Lihatlah pengalaman sebagaimana adanya tanpa melebih-lebihkannya.

Selain itu, cobalah melihat pengalaman kita dalam perspektif yang lebih luas. Contohnya, “Aku merasa sedih karena kontrak kerjaku tidak diperpanjang, aku merasa telah melakukan yang terbaik. Namun, mungkin perusahaan ingin melakukan penghematan sehingga mengurangi jumlah pekerja karena kerugian tahun lalu. Aku sedih sih, tapi yah memang kita tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Orang-orang lain mungkin mengalami hal yang sama. Aku mau coba daftar di tempat lain dan meningkatkan kemampuanku.” Cara ini dapat dilakukan dengan menulis di buku atau dengan membayangkannya.

Latihan berwelas asih pada diri ini hendaknya rutin kita lakukan agar kita terbiasa untuk berwelas asih pada diri ketika menghadapi situasi menyakitkan atau dihadapkan dengan kekurangan diri. Dengan rutin melatih welas asih pada diri, kita juga membiasakan mengingatkan diri kita untuk merespon kejadian menyakitkan dengan welas asih dan bukannya menghakimi diri. Dengan demikian, kita dapat merasakan manfaat dari welas asih pada diri.

Penutup

Berteman dengan diri kita yang terluka melalui sikap welas asih pada diri dapat membantu kita untuk menghadapi kejadian-kejadian yang melukai diri kita. Kita bersikap hangat dan mendukung diri kita untuk dapat entas dari penderitaan kita. Selayaknya kita menolong teman yang sedang dalam kesusahan, kita juga diundang untuk membantu diri kita sendiri. Hal ini berarti bahwa kita mendorong diri kita untuk menemukan bantuan dari pihak lain ketika kesulitan yang kita hadapi berpotensi mengancam keselamatan kita. Hubungan yang sehat dengan diri kita dan orang lain merupakan langkah pemulihan bagi kita yang terpuruk dalam penderitaan.

Referensi

[1] Neff, K. D., & Knox, M. C. (2017). Self-compassion. In V. Zeigler-Hill & T. K. Shackelford (Eds.). Encyclopedia of Personality and Individual Differences. Advance online publication. doi: 10.1007/978-3-319-28099-8_1159-1.

[2] Neff, K. D. (2003a). Self-compassion: an alternative conceptualization of a healthy attitude toward oneself. Self and Identity, 2, 85-101. doi: 10.1080/15298860390129863.

[3] Elices, M., Carmona, C., Pascual, J. C., Feliu-Soler, A., Martin-Blanco, A., & Soler, J. (2017). Compassion and self-compassion: Construct and measurement. Mindfulness & Compassion, 2, 34-40. doi: 10.1016/j.mincom.2016.11.003.

[4] Neff, K. D., & Pommier, E. (2013). The relationship between self-compassion and other-focused concern among college undergraduates, community adults, and practicing meditators. Self and Identity, 12, 160-176. doi: 10.1080/15298868.2011.649546.

[5] Neff, K. D. (2003b). The development and validation of a scale to measure self-compassion. Self and Identity, 2, 223-250. doi: 10.1080/15298860390209035.

Berlatih Berwelas Asih pada Diri: Neff, K. D. (2018). Self-compassion exercises and tips for practice. Diambil dari www.self-compassion.org.

Dicky Sugianto
Dicky Sugianto
Dicky Sugianto adalah komunikator, peneliti, dan praktisi ilmu psikologi. Ia memiliki keprihatinan pada isu kesehatan mental, seperti depresi, perilaku bunuh diri, kedukaan, serta kondisi psikologis kelompok yang dikenai stigma. Saat ini, ia sedang mempelajari bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan yang layak untuk dihidupi melalui welas asih.