Berduka dengan Empati: Mengungkapkan Duka dengan Penyintas Bunuh Diri

Seminggu terakhir ini kita terus berduka dengan kabar meninggalnya figur publik secara tiba-tiba dan tidak terduga, karena bunuh diri. Depresi dan isu bunuh diri memang tidak mengenal suku, agama, ras, umur, status sosial, atau status ekonomi seseorang, ia bisa menghampiri siapa saja.

Namun, kita seringkali melupakan keluarga, kerabat, maupun orang-orang yang turut ditinggalkan dari orang yang melakukan bunuh diri. Kita tidak hanya perlu, namun wajib memberikan dukungan kepada mereka yang ditinggalkan, serta menangani berita mengenai orang yang bunuh diri dengan lebih baik.

Bagaimana cara berempati mengenai bunuh diri yang baik?

Pahami kondisi duka seseorang yang berbeda-beda. Cara seseorang untuk mengatasi rasa kehilangan dan duka memang berbeda-beda, maka pahami terlebih dahulu keadaan mereka. Dengarkan dahulu, baru berbicara.

Apabila kamu ingin menghibur orang yang berduka, gunakanlah kata-kata yang positif atau memberikan empati, seperti “Saya ada di sini untuk mendukungmu”, atau tawarkan apa yang dapat kamu lakukan untuk mendukung mereka di masa-masa berduka.

Tidak perlu mencoba bertanya lebih jauh dan mencari-cari kesalahan, penyebab, atau modus bunuh diri seseorang. Penyebab bunuh diri setiap orang sangat kompleks, berbeda-beda, dan barangkali tidak kita ketahui. Mencari-cari hal atau orang yang dianggap menjadi penyebab bunuh diri akan meremehkan derita yang dialami orang yang bunuh diri, hanya akan membuat keluarga atau kerabat yang ditinggalkan akan semakin berduka, serta mengalihkan fokus yang sesungguhnya lebih penting, yaitu bagaimana kita dapat memberikan dukungan kepada orang-orang yang ditinggalkan (penyintas bunuh diri).

Hindari menyebut korban sebagai “pelaku bunuh diri”. Orang yang melakukan bunuh diri tidak perlu mendapatkan stigma berlebih.

Jangan memberikan penilaian negatif terhadap korban, terutama di depan orang-orang terdekatnya. Hindarilah kalimat-kalimat yang dapat menyesatkan atau menyudutkan korban bunuh diri, seperti: “Akhirnya ia berhasil bunuh diri”, “Tidak perlu merasa bersalah, kamu sudah melakukan yang terbaik”, “Terkadang orang dapat melakukan tindakan yang bodoh”, atau “Orang yang bunuh diri itu egois sekali”. Ingat, kita sebaiknya berfokus untuk memberikan dukungan moral kepada orang-orang yang ditinggalkan, dan bukannya mengalihkan hal tersebut.

Penting untuk dicatat, keluarga, kerabat, atau orang-orang merasa ditinggalkan karena bunuh diri memiliki juga faktor risiko bunuh diri yang lebih tinggi, sehingga penting bagi kita untuk membantu memberikan dukungan kepada para penyintas bunuh diri, serta mengamati apakah mereka memiliki tanda-tanda ingin melakukan bunuh diri.

Harapannya, dengan memberikan empati yang baik untuk keluarga dan kerabat yang sedang berduka akibat bunuh diri, kita dapat membantu memberikan dukungan moral agar mereka dapat melalui masa berduka.

Teman-teman dapat membagikan tips di atas, maupun infografis di bawah ini untuk diberikan kepada siapa saja. Mari bantu untuk hapus stigma, peduli sesama, dan sayangi jiwa!

Kevin Sucianto
Kevin Sucianto
Sebagai "Social Media Auditor", Kevin mulai berkontribusi di Into The Light Indonesia sejak 2013, lalu kabur sebelum kembali lagi pada 2018. Kevin adalah lulusan mahasiswa akuntansi yang saat ini tobat berprofesi di bidang marketing communication, penulis konten, dan pengelola media sosial. Di saat waktu luang, senang bermain Cookie Run: OvenBreak, mengisi teka-teki silang, menjadi barista abal-abal, atau berburu restoran paling enak di Jakarta.