Ketika kamu menemukan bahwa teman atau bahkan keluargamu memiliki keinginan untuk bunuh diri, kamu dapat mendampinginya dan mengajaknya berbicara baik-baik untuk mengalihkan pikirannya dari bunuh diri.
Namun, saat kamu mencoba mendampingi orang yang memiliki keinginan untuk bunuh diri, ada beberapa kalimat yang sebaiknya dihindari. Apa saja contohnya?
Mengatakan bahwa dia kurang beribadah
“Elu mah gitu aja mau mati, kurang ibadah pasti deh!”
“Pasti elu ga deket ama Tuhan deh makanya elu pengen bunuh diri!”
“Tuhan ngelarang umatnya bunuh diri loh! Dosa!”
Ini nih, jenis kalimat yang sering banget kamu baca atau bahkan dengar saat ada yang berniat bunuh diri. Anggapan bahwa dengan menjadi seorang penganut agama yang baik pasti menjamin orang tersebut terlindung dari pikiran-pikiran untuk bunuh diri kelihatannya masih menjadi pemikiran sebagian besar orang, yah. Padahal sebenarnya tidak selalu begitu, lho!
Begini. Orang yang berkeinginan untuk bunuh diri sebelumnya sudah berusaha mencari berbagai jalan keluar atas masalah yang dia pendam. Tentu saja termasuk mencari ketenangan spiritual. Tetapi, perjalanan spiritual dan iman setiap orang selalu berada dalam fase yang berbeda-beda sepanjang masa kehidupannya.
Sebaiknya:
Dalam kondisi krisis bunuh diri, kamu perlu menahan terlebih dahulu asumsi kamu perihal perjalanan spiritual dan iman dari orang yang kamu dampingi. Proses paling penting dalam pendampingan bunuh diri adalah mendengarkan dan menampung emosi negatifnya terlebih dahulu untuk meredakan keinginan bunuh dirinya.
Setelah krisis ini sudah terlewati, kamu perlu pertimbangkan kembali apakah keyakinan atas iman dari individu tersebut dapat membantu atau tidak. Misalnya, jika individu menyatakan merasa tenang saat beribadah, kamu dapat rekomendasikan hal ini. Tetapi, jika sebaliknya, kamu tidak perlu merekomendasikannya.
Meremehkan keinginan untuk bunuh diri
“Elah, cupu bener sih lu, gitu aja pengen mati”
“Baperan amat jadi orang, gitu aja mau bundir”
“Yaelah, kayak besok kiamat aja, lebay lu gitu aja mau mati”
Kalimat-kalimat seperti di atas juga sering dianggap sebagai kalimat sakti untuk “mencegah bunuh diri” karena terkesan mengajak seseorang untuk menjadi “lebih tangguh”. Kenyataannya, kalimat-kalimat tersebut sesungguhnya tidak mencegah, melainkan meremehkan niat bunuh diri seseorang.
Padahal, niat untuk bunuh diri sama sekali tidak boleh diremehkan. Setiap individu tentu memiliki batas kemampuannya masing-masing, sehingga selalu lebih baik untuk menganggap serius ucapan mengenai pemikiran bunuh diri seseorang.
Sebaiknya:
Dengarkan baik-baik dan berempatilah terhadap curhatan temanmu yang berniat bunuh diri. Tampung semua emosi negatifnya, tanpa ada reaksi berlebihan.
Coba tanyakan sejak kapan dia berpikir untuk bunuh diri. Tanyakan juga mengenai seberapa detail rencana yang dia buat. Semakin lama dan detail pemikiran bunuh diri, semakin besar kemungkinan bahaya bahwa ia akan melakukan bunuh diri.
Tidak perlu khawatir, kamu tidak akan “mendorong” atau “menghasut” seseorang untuk bunuh diri dengan pertanyaan semacam ini. Pertanyaan semacam ini justru memberikan kesempatan untuk mengetahui akses mereka kepada bahaya dan membuat mereka lebih lega.
Menceramahi, menertawakan, atau menghakimi keinginannya untuk bunuh diri
“Hidup lu udah enak, kok elu goblok sih pake acara mau bundir segala”
“Makanya sering-sering piknik!!!”
Komentar yang bernada menghakimi, seperti di atas mungkin bermaksud untuk menasihati agar orang tersebut mengurungkan niat bunuh dirinya.
Namun, tidak ada orang yang suka dihakimi, terlebih orang yang berniat bunuh diri. Kondisi kejiwaan orang tersebut sudah tidak stabil karena banyak masalah yang dialami, dan ironisnya masih harus ditambah ceramah dan penghakiman dari orang lain yang hanya akan melukai mereka lebih parah lagi.
Sebaiknya:
Setelah dia lebih tenang, coba ajak dia mengobrol hal-hal yang positif. Mulailah dari hal-hal yang ringan, seperti apa yang menjadi cita-citanya ke depan, rencana jangka pendeknya dan apa saja yang membuatnya bertahan.
Lanjutkan dengan bertanya hal-hal yang berkaitan dengan apa yang hobi dan kesukaannya. Misalnya, barang koleksinya, penyanyi idolanya, program TV/film yang dia tonton, game yang dia mainkan, atau rencana liburannya.
Hal ini dapat membantunya untuk mulai berpikir tentang hal-hal baik tentang dirinya, dan menyadarkannya bahwa masih ada kegiatan positif yang dapat dia lakukan.
Menantangnya untuk benar-benar melakukan bunuh diri
“Udah lakuin aja kalau mau mati”
“Loncat buruan!!”
”Jangan cuma caper, ambil itu (alat) dan lakuin kalau berani”
Kalimat seperti di atas juga harus dihindari saat temanmu berniat bunuh diri. Kalau sampai kalimat-kalimat seperti ini terucap, justru dapat menjadi pemicu untuk mengakhiri hidupnya.
Jangan pernah menyepelekan seseorang yang ingin bunuh diri, apalagi menantangnya untuk melaksanakan niatnya.
Sebaiknya:
Simpan dan jauhkan temanmu dari jangkauan benda-benda tajam, senjata api, dan benda-benda berbahaya. Saat ia pergi ke tempat-tempat tinggi, selalu temani dan jaga temanmu dengan baik-baik.
Pencegahan bunuh diri yang paling baik sesungguhnya berawal dari mendengar curhatan orang yang ingin bunuh diri. Dengarkan dia, kemudian rangkul dan dampingi dia selalu di masa krisisnya. Bebaskan dirimu dari asumsi pribadi dan prasangka terhadap niatnya, dan jangan pernah meremehkan masalahnya. Bantu dia menyalakan kembali cahaya yang mungkin sempat padam di dalam dirinya. Dengan begitu, dia akan menyadari bahwa masih ada hal baik yang dapat dia lakukan dan masih ada kehangatan yang dia dapat dari penghiburan yang kamu katakan kepadanya.