Aku akan selalu punya dua telinga
sekalipun aku tuli
Mungkin malam ini kau masih mau bungkam
ikut terbenam bersama matahari tadi sore
Aku lihat bulir air matamu jatuh
mengalir – tapi tak seperti sungai
ia lebih tenang dari sungai
apakah muara lebih tenang dari sungai?
secara, muara adalah tempat pertemuan
perkumpulan lebih dari satu sungai
Mungkin sudah banyak juga hal yang kau pikirkan
tak sadar kumpulan itu membentuk setetes air mata yang kemudian jatuh
sebagai pertanda bahwa itu adalah bentuk nyata: kau menderita
Air matamu adalah muara dari semua deru yang kau bendung
Mungkin besok pagi kau masih mau diam
Mulutmu yang cuma satu kau bisu-bisukan
padahal setiap selmu sudah meraung
Bisa saja kau katakan padaku,
“Aku bising, pengang dengan otak sendiri,”
tapi lidahmu seperti kau ikat pada uvulamu
menghadang suara, menunda kata
menyembunyikan cerita
Entah kapan aku bisa mendengar ceritamu
sekalipun aku tuli, aku mau
aku sudi, aku peduli
Jauh sebelum kau bercerita pun sudah aku pikirkan
Aku akan langsung memelukmu
sekalipun aku diamputasi
Aku mungkin bukan orang yang cakap
tapi aku punya dua telinga dan dua lengan yang tak utuh
Kalaupun kau takut padaku, aku harap kau bercerita pada yang lain
karena kamu punya mulut yang utuh
lengkap dengan bibir, lidah, gigi, dan seisi-isinya
Gunakanlah
Percayalah,
Ada sepasang telinga yang akan bisa memelukmu
hanya dengan mendengarmu
Ada sepasang lengan lain juga yang bisa mendengarmu
hanya dengan memelukmu