Jika esok, ku tak lagi ada,
mungkin takkan banyak yang berubah.
Kecuali seekor gagak mengunggis anyir di jendela,
dan Ibu mendirus seruni yang baru mengawini tanah,
dengan arus sungai yang tak kenal jeda.
Jika esok, ku tak lagi ada,
mungkin takkan banyak yang berubah.
Korupsi masih larut dalam kopi sarapan pagi,
dan kecut peluh yang terus mengecup sekam
belum mampu menyulap nasi aking
menjadi sisa salmon dalam piala milik kucing tuan tanah.
Jika esok, ku tak lagi ada,
Mungkin takkan banyak yang berubah.
Kecuali, hilang satu dawai gemetar
penghasil guncang tremor
dalam melodi yang sedikit lebih benar
daripada ninabobo profesional para investor.
Jika esok, ku tak lagi ada.
Mungkin takkan banyak yang berubah.
Kecuali, hilang satu puisi
yang berbekal nurani dan sedikit rasa berani
menggumamkan mimpi-mimpi kelas teri
yang mungkin takkan pernah terbeli.
Jika esok, ku… mati muda.
Mungkin takkan banyak yang berubah.
Kecuali, satu kesempatan menua dan binasa.
Mengelocak dan musnah bersama paduan suara dalam Misa Arwah,
“Kami butuh generasi pelurus bangsa!”