Sore-sore aku bilang kepada ibu
“Bu, aku mau berobat”
langsung ia ambilkan termometer
aku bilang “Aku tidak demam,
tapi aku gila.”
Beliau nyerocos tapi lembut
banyak tanya tapi banyak juga pikir
ia tanya “Kenapa kamu berpikir seperti itu, Nak?”
aku bilang “Temanku sering bilang aku gila.”
Aku gila setiap ada cara pikir yang berbeda dengannya
setiap aku suka es krim coklat dibanding vanilla
setiap aku betah di rumah seharian
setiap aku memilih naik tangga dibanding naik lift
setiap aku dengar lagu dangdut
setiap aku menolak diajak pergi lelaki
setiap aku rela begadang untuk nonton film
“Kamu gila!” katanya
berulang-ulang
di setiap setiap yang sudah kusebutkan
dan setiap setiap lain yang terlalu banyak kujabarkan
“Mungkin iya,” kataku dalam hati
setiap mendengarnya berkata begitu berulang kali
mungkin benar
apalagi ia kawan, dan sudah sepantasnya aku mempercayainya.
Bukan begitu?
Kemarinan sudah aku cari tempat yang diceritakan orang-orang
yang bisa menampung, memahami, dan mungkin memberi solusi
padaku dan orang-orang lain yang muak pula punya kisah serupa
Aku bilang pada temanku,
“Aku mau berobat,”
Dia bilang, “Kamu gila!”
Tuhkan benar!
“Makanya aku berobat,”
“Mungkin kawanmu bercanda,” kata Ibu
aku bilang “Mungkin,
tapi pengang lama-lama,
tapi pusing lama-lama,
tapi sakit lama-lama.
Lama-lama, lama-lama, lama-lama,
mungkin, aku gila betulan lama-lama.”
Ibu bilang “Dia kali yang gila,”
Astaga…
Dunia ini sudah gila!