Tok tok tok…
Berkali-kali aku mengetuk pintu rumah temanku. Akhir-akhir ini aku jarang melihatnya di kampus, jadi aku mencoba ke rumahnya dan mengajaknya pergi ke mall. Aku mengecek riwayat percakapan kami di LIME, sudah seminggu ia tidak online. Aku menghela napas panjang, ‘Apa yang harus kulakukan?’
Ketika aku hendak meninggalkan rumah temanku, aku menoleh ke arah pintu besar penuh debu itu. Entah kenapa, aku merasa “terpanggil” untuk mencari temanku disana. Aku menggenggam kenop pintu dan berusaha membuka pintu itu, ‘Maaf, aku masuk tanpa ijin,’
Saat pintu terbuka, aku sangat terkejut dengan keadaan rumah itu. Rumah yang gelap dan pengap itu penuh debu yang tebal dibeberapa perabotan. Uh, sudah berapa lama ia pergi? Rumah ini sangat pengap. Aku menyibak gorden dan membuka jendela agar sirkulasi dan cahaya masuk rumah ini.
Aku berjalan menyusuri rumah gelap ini. Aku tidak tahu kenapa listrik di rumah ini mati hingga membuatku harus menggunakan ponselku sebagai penerangan. Aku memanggil-manggil temanku agar ia tahu aku mencarinya dan mengkhawatirkannya. Aku tidak tahu ia ada dimana, jadi aku membuka pintu demi pintu yang aku temui untuk menemukannya. Tiap kali aku membuka pintu, suasana yang terasa sama persisi saat aku membuka pintu di depan tadi. Benar-benar menyeramkan.
Aku menyeka keringatku. Jujur, aku tidak kuat lagi mencarinya di rumah seperti ini. Aku kesulitan bernapas karena debu yang teba dan ruangan yang pengap. Di tengah napasku sudah tidak beraturan, aku masih mencoba berjalan mencari temanku yang “menghilang”.
Gawat, tenggorokkanku rasanya sesak. Aku buru-buru mencari pintu menuju halaman belakang. Sekarang ini yang terpenting bagiku adalah keselamatanku dulu agar bisa melanjutkan mencari temanku saat aku sudah membaik nantinya. Ah, ini dia, pintu menuju halaman belakang! Aku membukanya dengan tergesa-gesa dan segera berlari ke tengah taman. Oh, tidak, taman ini tidak jauh lebih baik daripada bagian dalam rumah. Aku tidak menyangka halaman yang dulunya asri dan sejuk berubah menjadi suram dan mencekam. Halaman luas itu sangat kotor dengan beberapa pohon dan bunga telah layu. Aku hanya dapat merasakan udara segar disini. Rasanya aku ingin mengangis jika aku terus-terusan disini dan tanpa menemukan temanku.
Aku berjalan menuju kolam ikan yang berada di sisi lain halaman luas ini. Aku ingat aku dan temanku sering bermain disana sambil memberi makan ikan koi miliknya. Saat aku berada di halaman sisi lain, aku melihat seseorang duduk di bangku taman yang terletak di depan kolam ikan. Kulihat baju yang ia pakai sudah sangat kotor dan rambutnya sangat berantakan. Ia sibuk menatap kolam itu dengan tatapan kosong.
Dadaku terasa sesak saat melihat sosok yang tidak menyadari kehadiranku itu. Aku berjalan mendekatinya sambil menangis lalu memeluknya dengan erat. Rasanya lega aku telah menemukannya, tapi aku sedih melihat kondisinya seperti ini.
“Akhirnya, aku menemukanmu! Kamu kemana saja, Gin? Kenapa kamu tidak bisa dihubungi sama sekali?” tanyaku cemas.
Aku melonggarkan pelukanmu lalu mengusap kotaran-kotoran yang ada diwajahnya, “Astaga, kenapa kamu kaya gini?”
Ia menatapku dengan bingung, “Wiana? Wiana, kan?”
“Iya, ini aku,”
Ia sepertinya baru menyadari kehadiranku. Terlihat air matanya mengalir perlahan-lahan hingga menjadi deras, “Wiana, aku bingung…. Aku gak tahu harus berbuat apa lagi. Maaf aku gak bisa menghubungimu atau menemuimu. Aku cuma pingin sendirian. Tapi semakin lama, aku semakin berharap ada orang yang menemukanku disini,”
Oh, jadi ia masih memikirkan kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini? Aku ingat beberapa hari sebelum “hilangnya” dia, aku sempat merasakan ada yang lain pada dirinya. Waktu itu aku bergegas menemuinya, aku berhasil menyelamatkannya dan menenangkannya. Akan tetapi sejak saat itu ia masih belum percaya diri dan belum tenang. Aku memutuskan untuk menginap untuk menemaninya di rumah besar ini.
Aku menggenggam tangannya dengan lembut, berusaha untuk menenangkannya, “Ginna, kalau ada apa-apa jangan sungkan menelponku. Aku selalu siap menjadi pendengar yang baik untukmu, agar kamu tidak merasa sendirian. Aku selalu siap menjadi orang yang selalu kamu peluk, agar kamu ingat bahwa kamu tidak sendiri dan banyak orang yang menyayangimu. Aku selalu siap untuk menemanimu setiap saat, agar kamu bisa merasakan hari-harimu yang berwarna. Aku berjanji aku tidak akan membuatmu terluka dan aku pastikan kamu aman bersamaku,”
Ginna menggigit bibirnya sambil terus membiarkan air matanya mengalir. Tubuhnya yang terlihat lebih kurus memelukku dengan erat. Aku bisa mersakan kerapuhan dan ketakutan yang ia hadapi dan pendam selama ini. Aku membelai punggungnya yang gemetaran, mencoba memberi tahu padanya bahwa aku akan disini sampai ia membaik.
Setelah sekian lama ia menangis, kulihat ia sudah terlihat membaik. Yah, sepertinya akan membutuh waktu yang lama untuk benar-benar pulih, tapi setidaknya kami bisa memulai dari hal yang kecil terlebih dahulu.
“Maaf, Wia, rumahku berantakan,”
“Gak apa-apa. Kita bisa membersihkannya bersama-sama nanti!”
“Makasih, Wia. Kamu benar-benar sahabat terbaikku. Maaf aku merepotkanmu,” katanya sambil terlihat malu, “Aku seneng banget kamu selalu pengertian. Aku harap semakin banyak orang kaya kamu,”
Saat aku melihat jam tanganku, aku teringat sesuatu, “Oh, iya. Aku sebenernya kesini mau mengajakmu pergi ke mall. Tapi kalau kamu belum mau ke luar, kamu bisa, kok, tinggal di rumahku dulu. Kapan-kapan kita mulai membersihkan rumahmu, biar kamu nyaman disini,”
“Ke mall? Ayo!”
Ia bangkit dari duduknya dan menggandeng tanganku dan berjalan menuju rumahnya. Hari ini, aku mulai melihat keceriaan Ginna yang sudah lama tidak terlihat. Semoga kamu bisa selalu seperti ini, Ginna. Aku akan mencarikanmu banyak teman yang peduli padamu agar kamu bisa bangkit dan selalu menyayangi dirimu. Aku juga ingin ia dan Ginna-Ginna yang lain di luar sana menemukan sinar-sinar yang akan menuntun mereka keluar dari kegelapan yang mengurungnya, seperti rumah besar Ginna yang mengurung Ginna ini.
Cerpen yang menceritakan seorang perempuan yang sangat peduli dengan sahabatnya. Ia mau melakukan apa saja untuk membuat temannya merasa aman dan nyaman saat bersamanya.
Lumina Gray (25)